Banyak Perusahaan Kehilangan dan Kebocoran Data Di 2016

kemanan cyber

 Dalam laporan yang dibuat Kaspersky Lab disebutkan, bahwa kehilangan dan kebocoran data sensitif merupakan kerugian terburuk dari insiden keamanan siber.

Namun pada laporan bertajuk Business Perception of IT Security In the Face of an Inevitable Compromise 2016, hanya 52% dari perusahaan yang setuju bahwa mereka harus lebih siap dalam menghadapi insiden keamanan siber yang tak terelakkan.
Veniamin Levtsov, Vice President, Enterprise Business di Kaspersky Lab dalam keterangan resminya menjelaskan, hasil survei menunjukkan diperlukannya pendekatan yang berbeda untuk mengatasi kompleksitas ancaman siber yang terus berkembang.Permasalahan datang bukan hanya dari kecanggihan serangan, namun perkembangan serangan pada permukaan yang sebenarnya memerlukan perlindungan berlapis. Hal ini juga menjadikan segala sesuatunya lebih rumit bagi departemen keamanan TI yang harus mengatasi tambahan kerentanan untuk mereka tangani.
“Dibutuhkan strategi yang benar-benar efisien benar-benar memerlukan kombinasi teknologi keamanan, analisis eksternal dan internal dari intelijen ancaman siber, pemantauan secara konstan, dan penerapan praktek terbaik untuk respon terhadap insiden” tutur Veniamin
Lebih jauh Veniamin menuturkan, dalam 12 bulan disebutkan 43% perusahaan mengalami kehilangan data sebagai akibat aksi peretasan. Untuk perusahaan skala besar, satu dari lima (20%) melaporkan empat bahkan lebih aksi peretasan data-data selama periode tersebut.
Adapun ancaman utama ini banyak bermunculan di sektor bisnis, 49% perusahaan mengalami serangan yang ditargetkan, dan 50% mengalami insiden yang melibatkan ransomware (yang berakibat 20% diantaranya mengalami data-data mereka disandera). Ancaman serius lainnya, yang dipaparkan oleh survei, adalah kecerobohan karyawan, ini berkontribusi pada insiden keamanan di hampir setengah (48%) dari perusahaan.
Namun, ketika ditanya pada bagian mana mereka rasa paling rentan, jawaban yang diberikan benar-benar berbeda. Dalam laporan itu disebutkan tiga ancaman yang paling sulit untuk dikelola. Meliputi berbagi data secara tidak aman melalui perangkat mobile (54%), kehilangan bentuk fisik hardware yang menyebabkan tereksposnya informasi sensitif (53%) dan penggunaan sumber daya TI yang tidak proporsional oleh karyawan (50%).
Hal ini diikuti munculnya permasalahan lain seperti keamanan dari layanan cloud pihak ketiga, ancaman IoT, dan masalah keamanan yang berkaitan dengan outsourcing infrastruktur teknologi informasi. Perbedaan antara persepsi dan realitas mengisyaratkan perlunya strategi keamanan yang tidak hanya bergerak pada tindakan pencegahan, namun berupa aksi yang lebih daripada hal itu, dalam konteks yang lebih luas, hal ini berupa teknologi.
sumber : selular.id

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.